Belitung, radarkriminal.com Di balik hijaunya kawasan hutan Gunung Tikus, Kecamatan Sijuk, tersembunyi skandal besar yang melibatkan korpor...
Belitung, radarkriminal.com
Di balik hijaunya kawasan hutan Gunung Tikus, Kecamatan Sijuk, tersembunyi skandal besar yang melibatkan korporasi, pejabat, dan diamnya negara. PT AMA, perusahaan sawit yang beroperasi di wilayah Desa Air Selumar dan Desa Pelepak Pute, diduga telah membuka dan mengelola ratusan hektar lahan di dalam kawasan hutan produksi (HP). Dan hingga kini, negara seolah memilih bungkam.
Ironisnya, di tengah rakyat kecil yang dihukum karena memetik buah sawit di lokasi yang sama, Masyarakat yang mengatasnamakan malah dengan leluasa memanen, mengangkut, dan menjual hasil sawit dari kawasan hutan. Dua warga Air Selumar bahkan tengah menjalani proses hukum atas tuduhan memanen buah sawit di kawasan hutan Gunung Tikus. Sementara PT AMA? Bebas melenggang.
Menurut penelusuran penasehat investigasi DPW LSM BIN Provinsi Bangka Belitung, keberadaan kebun sawit PT AMA yang diperkirakan mencapai 300 hektar lebih itu tak bisa dianggap remeh. Apalagi, informasi menyebutkan bahwa advis pembukaan lahan dikeluarkan oleh oknum dari Dinas Kehutanan Kabupaten Belitung. Jika itu benar, ini bukan hanya soal pelanggaran administratif, tapi bisa masuk ke dalam dugaan rekayasa dokumen negara.
Pemerintah pusat dan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) dituding telah gagal menjalankan fungsi pengawasan. Bagaimana mungkin lahan sebesar itu bisa dibuka di kawasan hutan tanpa diketahui aparat? Atau justru mereka tahu, tapi memilih membiarkan? Pertanyaan ini harus dijawab dengan penyelidikan serius, bukan sekadar konferensi pers.
LSM BIN menyatakan akan segera melayangkan surat resmi ke KLHK, menuntut audit menyeluruh terhadap status lahan PT AMA. Bila terbukti berada di kawasan HP, maka selain perusahaan, pihak pemberi advis pun harus dijerat hukum. Tidak ada alasan untuk membiarkan penyimpangan ini terus berlangsung.
Sementara itu, masyarakat di sekitar hutan Gunung Tikus mempertanyakan keadilan hukum. Jika petani kecil yang hanya memetik beberapa tandan sawit bisa dipenjara, lalu bagaimana dengan korporasi yang memanen ratusan ton setiap bulan? Ini bukan lagi ketimpangan, tapi bentuk pemihakan negara kepada pemodal.
Skandal ini bahkan lebih kotor jika benar bahwa kasus serupa pada 2014/2015 pernah dihentikan (SP3) oleh Polda Babel. Dugaan intervensi kekuasaan dan permainan uang semakin kuat, terlebih setelah kasus kembali mencuat pasca viralnya aktivitas panen PT AMA di lokasi yang diduga kawasan hutan.
Pemerintah daerah pun dituding bermain mata dengan perusahaan. Tidak ada satu pun langkah konkret dari Pemkab Belitung dalam menyikapi polemik ini. Padahal dampaknya jelas: konflik lahan, kriminalisasi rakyat, kerusakan ekosistem, dan potensi kerugian negara dari pajak dan denda yang tidak ditagih.
LSM BIN mendesak agar seluruh hasil panen PT AMA yang berada di atas lahan ilegal segera disita, serta dilakukan penghitungan kerugian negara. Negara tidak boleh kalah oleh modal. Jika perusahaan salah, cabut izin, proses hukum, dan kembalikan lahan ke fungsi hutan.
Ini bukan hanya soal sengketa lahan, tetapi soal nasib rakyat, kredibilitas hukum, dan keberpihakan negara. Jika pemerintah tetap diam, maka publik berhak menduga: negara tidak hanya lalai, tapi ikut menikmati hasil kejahatan lingkungan ini.( Lendra tim )

COMMENTS