Belitung, Radar Kriminal 16 Oktober 2025 Satu per satu kejanggalan mulai terkuak. Nama RM alias Rama, yang sudah lama disebut-sebut dalam ...
Belitung, Radar Kriminal
16 Oktober 2025 Satu per satu kejanggalan mulai terkuak. Nama RM alias Rama, yang sudah lama disebut-sebut dalam dugaan kasus pencurian hasil perkebunan sawit di kawasan Gunung Tikus, Ambalat, kembali mencuat ke permukaan. Meski diduga kuat telah ditetapkan sebagai tersangka oleh majelis hakim, Rama masih tampak leluasa menjalankan aktivitas panen sawit ilegal tanpa hambatan.
Di tengah gemuruh keadilan yang disuarakan oleh masyarakat, Rama seolah kebal terhadap proses hukum. Tak hanya bebas di lapangan, ia bahkan dikabarkan terus memanen sawit dengan intensitas tinggi di lokasi yang seharusnya telah masuk ranah penyitaan.
Sumber internal menyebutkan bahwa Rama "dibekingi" oleh sejumlah oknum Aparat Penegak Hukum (APH). Perlindungan ini ditengarai menjadi alasan mengapa hingga kini belum ada langkah tegas yang diambil, meskipun putusan hukum telah dijatuhkan untuk para pelaku lainnya.
Ironisnya, para ‘tumbal’ alias pelaku kecil dalam jaringan ini sudah lebih dulu dijatuhi hukuman. Sementara sang dalang, yang disebut mengendalikan operasi dari balik layar, masih bebas berkeliaran, seolah hukum tak berlaku baginya.
Terdapat enam tersangka dan tiga perusahaan yang sebelumnya telah terlibat dalam perkara ini. Namun belum ada satu pun langkah eksekusi yang dilakukan terhadap mereka. Kejaksaan dan kepolisian dinilai lamban, bahkan nyaris tidak bergerak.
Praktisi hukum, Wandi, yang menjadi kuasa hukum dari dua tersangka lainnya, yakni Kudep dan Leo, menyatakan bahwa pihaknya kecewa dengan lambatnya penanganan perkara oleh penegak hukum. Menurutnya, proses hukum seperti tersendat tanpa alasan yang jelas.
"Putusan dari majelis hakim sudah keluar. Tapi eksekusinya belum dilakukan karena menunggu SPDP dari pihak kepolisian atau kejaksaan. Pertanyaannya, kenapa surat ini belum juga diterbitkan?" ujar Wandi dalam keterangannya.
Penundaan yang terus berlarut menimbulkan dugaan adanya permainan di balik meja. Padahal, jika merujuk pada UU Nomor 39 Tahun 2014 tentang Perkebunan, serta Pasal 362 KUHP, pencurian sawit merupakan tindak pidana serius yang harus ditindak tegas.
Pasal 107 dalam UU Perkebunan menyebutkan bahwa siapa pun yang melakukan pencurian hasil perkebunan dapat dikenai pidana penjara dan denda yang tidak ringan. Namun, hukum seakan tumpul ke atas dan tajam ke bawah dalam kasus ini.
Kaperwil RadarKriminal.com mencoba mengonfirmasi kepada aparat di wilayah Belitung dan Tanjung Pandan, namun hingga berita ini ditayangkan, belum ada satu pun pernyataan resmi yang diberikan pihak terkait. Sebagian justru memilih bungkam.
Masyarakat kini mulai geram.
Mereka mempertanyakan keseriusan aparat dalam menangani perkara yang sudah lama mencuat ini. Terlebih lagi, aroma ketidakadilan semakin kuat ketika publik melihat Rama masih bebas menjalankan bisnis haramnya.
Aktivitas panen sawit di Gunung Tikus bukan hanya merugikan negara dari sisi ekonomi, tapi juga mencoreng wajah penegakan hukum di Indonesia, khususnya di Belitung. Apalagi, kawasan tersebut dikenal rawan konflik lahan dan marak mafia tanah.
Keberadaan aktor seperti Rama, yang disebut-sebut memiliki koneksi dengan oknum di lingkaran penegak hukum, membuat pemberantasan kejahatan perkebunan menjadi mandek di tengah jalan.
Beberapa aktivis lingkungan dan anti-korupsi bahkan menyebut Gunung Tikus sebagai “zona abu-abu”, tempat hukum tak punya kuasa. Para pelaku besar disebut leluasa beroperasi selama mereka mampu ‘mengamankan’ jalur hukum.
Kasus ini pun menjadi preseden buruk bagi penegakan hukum nasional. Bagaimana bisa seorang yang sudah disebut dalam putusan hakim belum juga dieksekusi? Apakah hukum kini hanya tajam untuk rakyat kecil dan buta terhadap elit yang punya kekuasaan?
Desakan agar kasus ini dibuka secara transparan terus bergulir. Masyarakat sipil, LSM, dan media lokal mendorong kejaksaan dan kepolisian segera bertindak, memutus rantai dugaan pembiaran yang sudah terlalu lama terjadi.
Jika SPDP tak kunjung diterbitkan, maka akan semakin kuat kesan bahwa ada “tangan-tangan kotor” yang sengaja menghambat proses hukum. Padahal, publik sangat menanti ketegasan aparat dalam menindak para mafia sawit.
Sudah saatnya pihak berwenang menunjukkan keberpihakannya pada keadilan. Jangan biarkan kasus ini menjadi contoh nyata bahwa hukum bisa dibeli. Apalagi dengan korban berupa kerugian negara dan penderitaan masyarakat kecil.
RadarKriminal.com akan terus mengawal kasus ini dan menyampaikan fakta-fakta terbaru kepada publik. Kami percaya bahwa keadilan, betapapun lambat, harus tetap ditegakkan.
(Lendra Gunawan selebewwwwwww)

COMMENTS