Belitung, Radar Kriminal Praktik kotor mafia tanah kembali mencoreng keadilan di Negeri Laskar Pelangi. Sejumlah warga di Belitung menjadi k...
Belitung, Radar Kriminal
Praktik kotor mafia tanah kembali mencoreng keadilan di Negeri Laskar Pelangi. Sejumlah warga di Belitung menjadi korban permainan busuk oknum yang diduga kuat berada di lingkaran dalam kekuasaan. Lahan mereka dirampas secara sistematis, sementara aktor utamanya berlindung di balik bungkam.
Sosok yang disebut-sebut sebagai dalang urusan administrasi tanah tersebut adalah Herman alias Suhirman. Ia diduga menjadi otak di balik pencabutan Surat Keterangan Tanah (SKT) milik warga tanpa proses hukum yang sah, dan kemudian menjual lahan tersebut ke pihak lain.
Ironisnya, pencabutan SKT dilakukan atas dasar permohonan dari pihak yang mengaku sebagai pemilik sah. Padahal, warga yang merasa dizalimi seperti Syafril, Asmawi, Riyanto, dan Aryadi telah mengantongi SKT lama yang masih aktif dan belum pernah disengketakan secara resmi.
"SKT lama diterbitkan ulang menjadi SKT baru. Besok kami akan dalami bersama Kasat Reskrim," ujar Kapolres Belitung kepada media, Minggu malam (28/9/2025). Statemen ini mempertegas adanya kejanggalan besar dalam administrasi pertanahan di wilayah tersebut.
Warga menduga kuat telah terjadi pemalsuan tanda tangan, manipulasi data, hingga kolusi dalam tubuh birokrasi lokal demi melancarkan aksi pengambilalihan lahan secara licik. Mereka pun melaporkan hal ini ke pihak berwajib dengan harapan hukum tidak hanya tajam ke bawah.
Di lansir dari mediaonline Satreskrim akan mendalami agar keadilan yang objektif dapat ditegakkan," tegas Kapolres. Namun masyarakat menanti bukan hanya pendalaman, tapi juga penangkapan terhadap pelaku yang nyata-nyata bermain di atas penderitaan rakyat kecil.
Sementara itu, Herman alias Suhirman justru memilih bungkam. Saat dikonfirmasi terkait keterlibatannya dalam skema jual beli lahan bermasalah, ia hanya menjawab singkat lewat pesan: "No comment." Sikap ini semakin menambah kecurigaan publik atas perannya dalam pusaran mafia tanah.
Kejadian ini menyulut kemarahan warga. Mereka merasa tanah warisan yang telah puluhan tahun mereka kuasai tiba-tiba dirampas tanpa peringatan, tanpa mediasi, tanpa rasa kemanusiaan. Mereka hanya menerima kenyataan pahit: tanah sudah berpindah tangan.
“Apa ini negara hukum atau negara makelar?” ujar salah satu korban, dengan mata berkaca-kaca. Ia mengaku trauma, kecewa, dan tak percaya bahwa di negeri sendiri, hak tanah bisa direbut oleh surat sakti yang dibuat dalam semalam.
Praktik mafia tanah seperti ini bukan kasus baru. Namun jika pelaku seperti Herman terus dilindungi, maka hancurlah prinsip keadilan sosial. Mafia tanah akan terus tumbuh subur, menyedot hak rakyat, dan menertawakan hukum yang seharusnya melindungi.
Warga Belitung kini menuntut keadilan. Mereka berharap ini bukan sekadar isu musiman yang berakhir tanpa kepastian hukum. Jika hukum tidak berpihak kepada korban, maka rakyatlah yang akan bangkit dan menuntut dengan caranya sendiri.
(Lendra Gunawan)

COMMENTS