Kepri, RK Sejak pemerintah pusat mengambil alih perizinan, Pengawasan dan Pembinaan melalui Undang-undang Nomor 3 Tahun 2020 Tentang pertamb...
Kepri, RK
Sejak pemerintah pusat mengambil alih perizinan, Pengawasan dan Pembinaan melalui Undang-undang Nomor 3 Tahun 2020 Tentang pertambangan, Kementrian ESDM Republik Indonesia tidak main-main dalam menjalankan prosedur sesuai aturan yang ada.
Selain kewenangan, dalam Undang-undang itupun dijelaskan sanksi pidana bagi pelaku usaha pertambangan yang tidak taat pada aturan, berupa sanksi kurungan penjara dari 5 hingga 10 tahun, serta denda tak kurang dari 100 miliar rupiah.
Lantas, apa saja praktik "nakal" pengusaha tambang yang bisa dijerat dengan peraturan tersebut?, Berikut ulasannya.
Dilansir dari bahasan.id, ada beberapa pelanggaran yang sering ditemui Dalam UU Pertambangan, selain mengenal adanya pertambangan tanpa izin (Illegal Mining) yang dianggap sebagai suatu tindak pidana, juga terdapat bermacam-macam tindak pidana lainnya, yang sebagian besar ditujukan kepada pelaku usaha pertambangan, dan hanya satu macam tindak pidana yang ditujukan kepada pejabat penerbit izin di bidang pertambangan.?Macam-macam tindak pidana pada pertambangan?adalah sebagai berikut:
Tindak Pidana Melakukan Pertambangan Tanpa Izin
Kegiatan penambangan dimana pelakunya tidak memiliki izin, maka perbuatannya merupakan tindak pidana yang diatur dalam Pasal 158 UU Pertambangan yang berbunyi:
?Setiap orang yang melakukan usaha penambangan tanpa IUP, IPR, atau IUPK sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37, Pasal 40 ayat (3), Pasal 48, Pasal 67 ayat (1), Pasal 74 ayat (1) atau (5) dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 tahun dan denda paling banyak Rp 10.000.000.000 (sepuluh miliar rupiah).?
Tindak Pidana Menyampaikan Data Laporan Keterangan Palsu
Dalam melaksanakan kegiatan pertambangan dibutuhkan data-data atau keterangan-keterangan yang benar dibuat oleh pelaku usaha yang bersangkutan seperti data studi kelayakan, laporan kegiatan usahanya, dan laporan penjualan hasil tambang, agar hal tersebut dapat dipertanggungjawabkan.
Perbuatan memberikan data atau laporan yang tidak benar sebenarnya sanksinya sudah diatur dalam Pasal 263 KUHP tentang Pemalsuan Surat. Oleh karena pemalsuan suratnya di bidang pertambangan dan sudah diatur secara khusus, terhadap pelakunya dapat dipidana denda dengan pidana penjara paling lama 10 tahun dan denda paling banyak Rp 10.000.000.000,-.
Tindak Pidana Melakukan Eksplorasi Tanpa Hak?
Oleh karena melakukan kegiatan eksplorasi pertambangan didasarkan atas izin yang dikeluarkan pemerintah yaitu IUP atau IUPK, maka eksplorasi yang dilakukan tanpa izin tersebut merupakan perbuatan pidana yang diancam dengan hukuman berdasarkan Pasal 160 ayat (1) UU Pertambangan dengan pidana kurungan paling lama 1 tahun atau denda paling banyak Rp 200.000.000,-.
Tindak Pidana sebagai Pemegang IUP Eksplorasi Tidak Melakukan Kegiatan Operasi Produksi?
Pemegang IUP eksplorasi setelah melakukan kegiatan eksplorasi tidak boleh melakukan operasi produksi sebelum memperoleh IUP Produksi. Hal tersebut disebabkan karena terdapat dua tahap dalam melakukan usaha pertambangan, yaitu, eksplorasi dan eksploitasi, maka pelaksanaannya harus sesuai dengan prosedur. Pelanggaran terhadap hal tersebut akan dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 tahun dan denda paling banyak Rp 10.000.000.000,-.
Jika dilihat dari fenomena pertambangan pasir laut yang saat ini tengah marak terjadi di perairan Kabupaten Karimun, tepatnya di perairan Pulau Merak dan Pulau babi, di provinsi Kepulauan Riau, beberapa perusahaan tambang rakyat diduga kuat melanggar sejumlah ketentuan yang berlaku, mulai dari dugaan pengalihan hak IUP dibawah tangan, hingga tidak adanya pelaporan Kegiatan pertambangan.
Sejumlah pelanggaran inipun diduga dilakukan oleh CV RAM atau yang tercatat dengan nama Perkumpulan Rezeki Anak Melayu, perusahaan tambang rakyat. Berdasarkan informasi yang dikatakan oleh inspektur Tambang kementrian ESDM RI UU untuk wilayah Kepri, diketahui jika CV RAM (PRAM) tidak pernah menyampaikan laporan evaluasinya sejak tahun 2020 lalu.
" CV RAM tidak pernah menyampaikan laporan evaluasinya sejak tahun 2020. Dan, mereka tidak memiliki Kepala Teknik Tambang (KTT) selaku penanggung jawab pelaksana tambang." Ucap Sastro P, ST, Inspektur Tambang wilayah Kepri.
Terpisah, Darwin, Kepala Dinas ESDM provinsi Kepri menjelaskan jika sejak kewenangan ditarik sepenuhnya ke kementrian dan resmi di perundangkan, CV RAM tidak pernah menyampaikan atau mengirimkan surat pemberitahuan ke Dinasnya.
" Sudah kita telusuri di admin surat masuk Dinas ESDM, CV RAM belum pernah mengirimkan surat pemberitahuan mulai kerja, maupun laporan-laporan berkala," ucap Darwin, Kamis (07/04/2022).
Ia juga menjelaskan jika pelaporan merupakan kewajiban setiap perusahaan Tambang, guna pengawasan dan pembinaan.
" Jika mereka (CV RAM) aktif berproduksi, seharusnya mereka membuat laporan atau evaluasi. Dan sampai saat ini, setelah kita cek, ha itu tidak pernah kita terima."ujarnya.
Dijelaskannya lagi, jika setiap perusahaan tambang baik skala industri dan pertambangan kecil, wajib memiliki Kepala Teknik Tambang (KTT).
" Wajib memiliki KTT, dan KTT yang berkompiten dibidangnya. Tenaga ahli KTT ini sangat terbatas jumlahnya di Kepri, dan biasanya mereka saling mengetahui satu sama lain," paparnya.
Sebagai Perusahan Tambang pasir Rakyat, produksi CV RAM pada tahun 2020 tercatat sebanyak 14.172.964 MT, dan ditahun 2021 sebesar 42.340.378 MT. Dengan nilai jual sebesar RP.64.000,-/MT. (data dari Bapeda Karimun).
Dilihat dari hasil produksi CV RAM (PRAM) yang mencapai 64,5 juta MT dalam kurun dua tahun tentunya sangat menarik perhatian. Pasalnya, kegiatan tersebut dilakukan dengan peralatan sederhana, dengan satu izin lokasi.
Namun ada temuan yang menarik yang diduga dilakukan oleh para pemilik ijin usaha pertambangan dan IPL. Dua pemegang izin IUP dan IPL atas nama KSU serta perorangan bernama Edy, diduga kuat mengalihkan matrial tambang dilokasinya secara bawah tangan kepada CV RA dengan sistem bagi hasil.
Praktek tersebut tentunya bertentangan dengan UU minerba tahun 2020 yang dimana tentunya dapat dipidana maksimal 10 tahun kurungan penjara, serta denda 100 miliar rupiah.(Esp)
COMMENTS