PACITAN, RADAR KRIMINAL Dugaan pungli di SMPN 2 Tulakan, Kecamatan Tulakan, Kabupaten pacitan menimbulkan polemik, Pasalnya, dengan alasan a...
PACITAN, RADAR KRIMINAL
Dugaan pungli di SMPN 2 Tulakan, Kecamatan Tulakan, Kabupaten pacitan menimbulkan polemik, Pasalnya, dengan alasan apapun pihak sekolah dilarang meminta atau memunggut dengan modus sumbangan kepada orangtuasiswa.
Berdasarkan Permendikbud No. 44 Tahun 2012 dan Permendikbud No. 75 Tahun 2016 tentang Komite Sekolah, berikut aturan, larangan, dan sanksi tentang pungutan dan sumbangan pendidikan.
Semestinya pihak sekolah harus paham tentang mana sumbangan mana punggutan, dan jangan terkesan punggutan dengan kedok sumbangan tapi nilainya ditentukan.
Pungutan dan Sumbangan Biaya Pendidikan diatur dalam Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud) No. 44 Tahun 2012. Salah satunya, bisa dibatalkan pungutan dan atau sumbangan jika penyelenggara/satuan pendidikan melanggar peraturan perundang-undangan atau dinilai meresahkan masyarakat.
Padahal sudah jelas, pungutan tidak boleh dilakukan kepada peserta didik, orang tua, atau wali murid.
Pungutan tidak boleh dikaitkan dengan persyaratan akademik untuk penerimaan peserta didik, penilaian hasil belajar peserta didik, dan/atau kelulusan peserta didik
Pungutan tidak boleh digunakan untuk kesejahteraan anggota komite sekolah atau lembaga representasi pemangku kepentingan satuan pendidikan, baik secara langsung maupun tidak langsung.
Komite Sekolah, baik perseorangan maupun kolektif, dilarang melakukan pungutan dari peserta didik atau orang tua/walinya.
Sementara itu, berdasarkan sumber informasi dan investigasi dugaan terjadinya pungli ( punggutan liar ) berkedok sumbangan dengan besaran ditentukan kelas Vll Rp.275 ribu , kelas Vlll Rp. 265 ribu dan kelas lX Rp.255 ribu persiswa, diduga itu terjadi di SMPN 2 Tulakan.
kementerian pendidikan dan kebudayaan telah membedakan kriteria pungutan dan sumbangan. “Pungutan memiliki unsur wajib, serta nominal dan waktu ditentukan oleh sekolah. Sementara “sumbangan bersifat sukarela, tidak memaksa serta nominal dan waktu tidak ditentukan oleh sekolah.
Dalam praktek nya sumbangan tetap memiliki unsur pungutan, misalnya sekolah melalui komite sekolah atau melalui pihak wali kelas,
sebagian sekolah tetap menarik pungutan meski dengan menyatakan hal tersebut adalah bukan pungutan, Ini dilakukan dengan beragam motivasi seperti meningkatkan atau mempertahankan program yang menentukan mutu sekolah. Sebagian lagi memiliki niat untuk mencari keuntungan Pribadi.
Pihak yang ingin mencari keuntungan terkait pungutan dan sumbangan, misalnya terkait kegiatan sekolah seperti biaya makan minum guru, operasional kepala sekolah, studi tur, pengadaan bimbingan belajar sekolah, dan bahkan proyek pembangunan gedung sekolah dan lain lain.
Sementara itu, motif komersial sangat kental dalam penyelenggaraan sekolah swasta. Orangtua, terutama dari kelompok ekonomi menengah atas, tidak begitu peduli atas biaya pendidikan sangat mahal untuk menjaga gengsi. Mereka sering tak peduli dan cenderung abai apakah biaya tersebut sepadan dengan uang yang telah dibayarkan. Dan banyak sekolah swasta menarik pungutan sangat tinggi, padahal mutu yang diberikannya tidak sepadan dengan uang yang telah dikeluarkan oleh orangtua murid. Mereka tidak tahu kalau mereka dirugikan dan pemerintah tampaknya tidak terlalu memperhatikan masalah ini.
Selain itu, pengendalian dan pengawasan atas pungutan dan sumbangan sekolah sangat lemah. Sekolah sangat leluasa menarik pungutan berkedok sumbangan karena Dinas Pendidikan tak melakukan pengawasan atau bahkan membiarkan praktik tersebut terjadi. Meski sekolah memberi laporan rencana dan anggaran operasional dan investasi setiap tahun kepada dinas pendidikan, laporan tersebut diperlakukan sebagai syarat administratif saja. Tidak ada upaya dinas pendidikan mengkritisi rencana dan anggaran sekolah tersebut.
Kalaupun ada dinas pendidikan yang mengkritisi, mengawasi, dan mengendalikan pungutan liar tersebut, itu pun hanya bersifat pembinaan. Tidak dikasih sanksi tegas terhadap kepala sekolah atau penyelenggara sekolah swasta atas pungutan yang tak sewajarnya,
Pemerintah pusat dan daerah sebaiknya melakukan rekomendasi agar murid, sekolah, dan orangtua murid tak dirugikan terkait dengan pungutan dan sumbangan sekolah. pemerintah pusat segera menetapkan standar biaya satuan pendidikan tiap daerah setiap tahun. Standar ini akan menjadi ukuran bagi sekolah, orangtua murid, atau pemda untuk menilai kekurangan pembiayaan program sekolah.
Sekolah harus transparan atas dokumen perencanaan, anggaran, serta pengelolaan dan pertanggungjawaban keuangan dan daftar aset sekolah. Orangtua murid harus bisa mengakses serta mendapatkan dokumen tersebut dan menguji klaim kekurangan dana sekolah serta kewajaran pungutan dan sumbangan.
Sekolah wajib diberi sanksi dan jika perlu kepala sekolahnya dicopotdan bagi sekolah swasta diberi teguran atau pembekuan izin, bergantung pada jenis pelanggaran.
(Son / yud)
COMMENTS