Silence Art Stories, Jejak Jiwa Gebar Sasmita

Pandeglang, RK  Dalam sejarah peradaban manusia, seni tak pernah hadir sekadar sebagai ornamen. Ia adalah denyut nadi masyarakat—refleksi ju...


Pandeglang, RK 

Dalam sejarah peradaban manusia, seni tak pernah hadir sekadar sebagai ornamen. Ia adalah denyut nadi masyarakat—refleksi jujur dari zaman, ruang, dan batin manusia.

Dari lukisan gua purba hingga teater jalanan, dari syair klasik hingga film kontemporer, seni senantiasa menjadi medium yang merekam, menyampaikan, bahkan merawat narasi-narasi terdalam yang kerap luput dari pembacaan sejarah formal.

Dalam konteks ini, SAS: Silence Art Stories, film fiksi karya Denri Nurachman, tampil sebagai ikhtiar artistik yang tak hanya memotret kisah personal seorang seniman, melainkan juga menyentuh lapisan sosial, politik, dan eksistensial bangsa ini. Film ini mengangkat sosok Gebar Sasmita, seniman asal Pandeglang, Banten—bukan figur yang sering muncul dalam buku sejarah atau diskursus populer, namun justru karena itulah, penting untuk disimak. Ia bagian dari barisan yang terlupakan, namun jejak sunyinya menyimpan nilai yang tak kalah agung.

Mengapa Gebar? Mengapa seni? Mengapa sunyi?

Pertanyaan-pertanyaan ini bukan sekadar untuk menggugah rasa ingin tahu penonton, tetapi juga untuk mengajak kita membaca ulang relasi antara seni dan kekuasaan, tubuh dan trauma, diam dan perlawanan. Film ini bukan sekadar rekonstruksi fiktif atas satu tokoh, melainkan rekreasi batin atas lanskap sejarah kultural kita—sebuah lanskap yang kerap diselimuti kabut sensor, represi, dan marginalisasi.

Trailer film ini dengan jelas menampakkan bahwa Silence Art Stories bukan film yang bermain-main di permukaan. Ia bukan kisah tentang heroisme dalam bentuk konvensional. Sebaliknya, film ini menawarkan ruang refleksi yang dalam tentang keberanian dalam kesunyian—tentang bagaimana seseorang memilih untuk tetap berdiri, meski tak bersuara. Tentang bagaimana seni menjadi jalan untuk bertahan—bukan lewat kemarahan, tapi melalui keutuhan jiwa.

Gebar Sasmita: Maestro dari Ruang Sunyi

Gebar Sasmita bukan sekadar nama dalam dunia seni rupa Indonesia; ia simbol ketangguhan. Lahir di Pandeglang, Banten, Gebar mengalami penderitaan sejak usia muda sebagai tahanan politik Orde Baru—dipenjara di usia 14 tahun tanpa pengadilan yang adil. Pengalaman pahit itu menjadi bahan bakar bagi karya-karyanya yang sarat ekspresionisme, sebagaimana tercermin dalam pameran tunggalnya, Perjalanan Panjang.

Lukisan dan patungnya—dengan warna-warna cerah dan bentuk ekspresif—tak hanya menampilkan estetika, tetapi menjadi luapan emosi atas ketidakadilan dan kejahatan kemanusiaan yang disaksikannya. Pertemuannya dengan pelukis legendaris Hendra Gunawan memperkaya visinya, menjadikan seni sebagai medium untuk merekam sejarah dan menyuarakan kebenaran.

Cuplikan trailer SAS menjanjikan narasi yang menggali perjalanan hidup Gebar, meski dalam balutan fiksi. Fragmen visualnya—penuh warna dan suasana emosional—menangkap esensi perjuangan Gebar: kesepian, kemarahan, keindahan—semuanya membaur dalam karya. Film ini tidak hanya menuturkan kisah seorang individu, tapi juga menunjukkan bagaimana seni menjadi katup pengaman bagi jiwa yang terluka dan alat perlawanan terhadap keheningan yang dipaksakan oleh kekuasaan.

Dalam denyut sejarah yang kerap dibungkam rezim, selalu ada suara-suara kecil yang bertahan. Mereka tak meledak seperti petasan, melainkan mengendap seperti bara. Mereka tak tampil di panggung utama sejarah, tapi justru menyala dari pinggiran. Suara-suara inilah penggerak perubahan sejati—tak gaduh, namun menggugah.

Keheningan sebagai Medium Kritis

SAS tidak menempuh jalur sinema konvensional. Ia tak tergoda dramatika vulgar atau narasi linier yang mudah ditangkap. Film ini mengajak penonton untuk duduk dalam diam dan menyelami sunyi. Di tengah dunia yang riuh oleh tuntutan hiburan instan, film ini hadir sebagai ruang kontemplatif yang langka.

Gebar adalah artivist—seniman yang menjadikan seni sebagai artikulasi perlawanan. Ia tidak mengangkat megafon atau memimpin demonstrasi. Ia membiarkan warna dan garis berbicara saat kata-kata dilarang.

Ia tidak menyulut kemarahan, tapi membangkitkan kesadaran. Di tubuh Gebar tersimpan trauma sejarah, namun juga kekuatan untuk tetap manusiawi. Dalam sunyi, ia bersaksi.

Keheningan dalam SAS bukanlah kekosongan, melainkan kepenuhan. Ia penuh luka, penuh tanya, penuh makna. Lewat gerak tubuh, tatapan, dan ekspresi tertahan, kita menangkap gema ketidakadilan yang tak terucapkan. Sinematografinya bukan sekadar merekam wajah, melainkan menyelami batin. Visual dalam film ini bekerja seperti puisi: simbolik, subtil, dan menuntut kepekaan.

Kritik Sosial yang Membelai Nurani

SAS bukan hanya kisah personal tentang Gebar, melainkan tafsir sosial tentang cara kekuasaan bekerja membungkam kreativitas. Film ini tidak menggugat dengan amarah, tetapi menggugah dengan perenungan. Ia mengajak kita menengok kembali relasi kuasa: antara negara dan warganya, antara penguasa dan seniman, antara sejarah besar dan cerita kecil yang nyaris tak terdengar.

Gebar mewakili ribuan suara yang dihilangkan, ingatan yang tak tertulis dalam buku pelajaran. SAS menegaskan bahwa sejarah sejati juga ditulis oleh mereka yang tersisih—oleh warna yang dilenyapkan, puisi yang dibakar, dan tubuh yang dikurung tanpa alasan.

Seni sebagai Jalan Pembebasan

Dalam dunia seni, selalu ada pilihan: melarikan diri dari kenyataan atau menggali kenyataan sampai ke akar. Silence Art Stories memilih yang kedua. Ia tidak menutup mata terhadap kekerasan struktural, namun juga tak tenggelam dalam kebencian. Ia menghadirkan seni sebagai jalan pembebasan—bukan dari kenyataan, melainkan melalui kenyataan.

Seni dalam film ini bukan pelarian, melainkan peneguhan. Dalam kanvas-kanvas Gebar, kita temukan jejak luka dan harapan. Dalam diamnya, terdengar pekik yang lebih nyaring dari teriakan. Ia membebaskan—bukan dengan retorika, tetapi dengan kejujuran estetis.

Film ini juga menyentuh persoalan identitas dan ketegangan antara pusat dan pinggiran. Gebar bukan datang dari pusat kekuasaan budaya. Ia lahir dari pinggiran—dari ruang-ruang yang sering diabaikan, namun menyimpan kebijaksanaan yang dalam.

SAS menegaskan bahwa kebudayaan sejati tak hanya lahir dari gedung-gedung megah, melainkan juga dari sel penjara, dari senyap, dari luka.

Sunyi yang Menggema

Silence Art Stories bukan film yang sekadar ditonton, tetapi direnungkan. Ia adalah meditasi tentang seni, sejarah, dan keberanian untuk tetap manusiawi di tengah represi. Ia menolak kepraktisan narasi, namun menawarkan kedalaman pemahaman.

Gebar Sasmita bukan tokoh fiktif semata. Ia cermin dari banyak orang—seniman, penyair, pemikir, rakyat biasa—yang memilih bertahan dengan martabat di tengah ancaman dan pembungkaman.

Dalam tubuhnya, dalam kuasnya, dalam diamnya—kita mendengar gema sejarah yang enggan padam. Sunyi itu bukan kekalahan; ia adalah cara lain untuk tetap bersuara.***

Tentang Penulis

BUNG EKO SUPRIATNO

Bung Eko Supriatno adalah pengajar di Universitas Mathla’ul Anwar Banten. Ia aktif mendampingi gerakan seni, literasi, dan komunitas kreatif di Pandeglang, serta menjadi bagian dari Komunitas Bunga Rumput dan Pandeglang Creative Hub.



(YEN)

COMMENTS


Nama

a,1,abu dhabi,1,aceh,26,Aceh Barat,2,aceh timur,152,aceh utara,3,Adventorial,7,aek nabara,2,aimas,2,Ambarawa,2,amsterdam,1,Angkola Timur,1,anta beranta,1,artikel,2,Asahan,16,badau,3,badung,5,bagansiapiapi,3,balai jaya,1,bali,26,balige,1,banda aceh,5,bandar lampung,13,Bandung,76,bandung barat,5,banggai,1,bangka,135,bangka barat,74,bangka belitung,26,bangka selatan,17,bangka tengah,7,bangkalan,1,banjarmasin,1,banten,37,Banyuasin,2,banyumas,1,banyuwangi,145,barito selatan,3,barito utara,3,Bat,2,batam,6,batang,48,batang kuis,1,batu,1,batu bara,27,bekasi,47,belawan,23,belitung,451,belitung timur,24,beltim,60,bengkalis,3,bengkayang,22,Bengkulu,1,berau,4,bilah barat,1,Bilah Hulu,2,binjai,8,bintan,1,bintang meriah,1,bireuen,1,blitar,2,bogor,14,bojonegoro,3,bolsel,1,Bondowoso,9,boyolali,1,brebes,1,Catatan,1,ciami,1,ciamis,709,Cianjur,33,Cikampek,1,Cikarang,1,cilacap,3,cilegon,4,cimahi,4,cirebon,11,Covid-19,14,Daerah,2812,Danau Toba,1,deli serdang,55,Demak,2,denpasar,18,Depok,5,DolokSanggul,1,dumai,2,Ekonomi,1,empanang,1,Empat Lawang,9,entikong,4,garut,4,Gorontalo,3,gresik,2,Gunung Megang,1,gunungsitoli,16,hajoran,3,halmahera,2,Halmahera Barat,16,Halmahera Selatan,4,Hamparan Perak,2,hinai,1,Hukum,2,Humbahas,1,idi rayeuk,1,Iklan,2,IKN,1,indonesia,1,indramayu,3,Internasional,1,jakarta,622,jakarta barat,6,jakarta selatan,1,jakarta timur,1,jakarta utara,1,jatim,3,jatinangor,1,Jawa Barat,11,Jawa Tengah,3,Jawa Timur,5,Jawabarat,5,jayapura,8,jember,9,Jepara,5,jombang,5,kab. bandung,7,Kab. Tasikmalaya,8,kab.bekasi,3,kab.berau,5,Kab.Karo,3,Kalbar,37,Kalimantan Barat,10,kalimantan timur,2,kalsel,1,Kalteng,2,Kaltim,5,Kampar,3,Kapuas Hulu,12,karawang,4,Karimun,91,Kasus,1,kayong utara,14,kediri,2,keerom,2,Kendalbulur,1,kendari,1,Kepri,10,ketapang,51,kisam ilir,1,klaten,39,kolaka timur,1,kota agung,7,Kota Pinang,2,kotim,4,KPK,1,Kriminal,661,kuala behe,1,kuala pembuang,1,Kuala Tanjung,4,kuansing,1,kuantan singingi,1,kubu raya,445,kundur barat,1,kuningan,11,l Kuningan,1,Labubanbatu,62,Labubanbatu selatan,15,labuhan,1,labuhan deli,18,labuhanbatu,1504,Labuhanbatu Raya,2,labuhanbatu selatan,112,Labuhanbatu Utara,14,labura,33,labusel,28,lahat,1,Lahubanbatu,1,lamongan,3,Lampung,61,Lampung Barat,2,lampung selatan,4,Lampung tengah,15,Lampung timur,5,lampung utara,2,landak,45,langkat,229,langsa,3,lebak,11,lembak,1,limboto,1,lingga,49,lombok,1,lombok tengah,3,London(UK),1,lumajang,1,luwuk banggai,3,madiun,1,madura,1,Magelang,10,magetan,1,Majalengka,107,Makassar,1,malang,10,Maluku,3,maluku utara,5,malut,7,mamuju,3,manado,3,mandailing natal,20,manggar,5,manokwari,1,mataram,2,Maybrat,1,meda,1,medan,636,Melawi,57,mempawah,18,menggala kota,1,mengwi,1,menjalin,1,meranti,1,metro,1,minut,1,mojokerto,3,muara dua,14,muara enim,134,mukomuko,3,Muna,1,muntok,1,musi banyuasin,1,musi rawas,1,nanga pinoh,1,Nasional,1,Negeri Antah Berantah,9,negeri lama,1,Ngabang,1,nganjuk,3,Nias,17,Nias Barat,1,Nias Selatan,6,Nias utara,5,NTB,63,Nusa Dua,3,ogan ilir,4,OKI,4,oku selatan,11,pacitan,50,padalarang,1,padang lawas,6,padang lawas utara,1,padang sidimpuan,5,palangka raya,9,palas,2,palembang,16,pali,3,palopo,1,palu,4,paluta,1,pamekasan,1,Pandeglang,750,pangandaran,2,pangkal pinang,34,Pangkalan Bun,1,papua,7,papua barat,3,parapat,2,Pargarutan,1,Pariaman,1,Pasuruan,2,pati,4,pekalongan,359,pekanbaru,15,Pemalang,3,Pematang Siantar,8,Pendidikan,3,Peristiwa,3023,pesawaran,72,pesisir barat,2,politik,116,ponorogo,3,Pontianak,549,pontianak utara,1,prabumulih,1,pringsewu,612,probolinggo,8,pulau panggung,2,purwakarta,6,purwokerto,1,Purworejo,1,putussibau,5,Rabat,1,radar kriminal,3,Ragam,2755,raja ampat,4,Rantauprapat,29,Riau,9,rokan hilir,27,rokan hulu,1,rote ndao,1,Samarinda,1,sambas,17,samosir,4,Sampang,4,sanggau,95,sarawak,1,sekadau,15,sekayam,1,selayar,1,semarang,8,Serang,102,serdang bedagai,2,seruyan,1,siak,1,siantar,10,Sibayak,1,sibolangit,2,Sibolga,5,Siborongborong,1,sidempuan,1,sidoarjo,29,Simalungun,308,singkawang,42,sinjai,1,sintang,66,sipirok,2,situbondo,1,solo,1,solok,1,sorong,126,sorong selatan,20,Sosial,14,sragen,1,stabat,40,Suap,1,Subang,10,subulussalam,4,sukabumi,10,sukadana,1,sukajaya,1,Sulawesi Tengah,1,sulsel,5,sulteng,9,sumatera,1,sumbar,1,sumbawa barat,3,sumenep,1,sumsel,5,sumut,23,Sungai Ambawang,2,surabaya,43,surakarta,6,TalangPadang,1,tambraw,2,tana tidung,1,tana toraja,1,tanah karo,2,tangerang,13,tangerang selatan,4,tanggamus,227,tanjabtim,15,tanjung agung,1,tanjung balai,2,tanjung enim,8,tanjung lalang,1,tanjung morawa,1,Tanjung Pinang,1,tanjungbalai,6,tanjungpandan,7,tapanuli selatan,21,tapanuli tengah,1,tapanuli utara,2,Tapsel,5,tarutung,1,tasikmalaya,130,tebing tinggi,19,Teekini,1,Ter,1,Terkin,3,Terkini,14272,Terkini kediri,1,Terkino,1,Terkinu,2,Terlini,1,ternate,3,tidore,1,Timika,1,toba,4,touna,27,trenggelek,3,tuban,3,tulang bawang,36,tulungagung,99,ujung tanjung,1,Undangan,1,way kanan,6,wonogiri,2,wonosobo,3,yalimo,1,yogyakarta,4,
ltr
item
radarkriminal.com: Silence Art Stories, Jejak Jiwa Gebar Sasmita
Silence Art Stories, Jejak Jiwa Gebar Sasmita
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEg65efO2PCgGm0M9mofq3pO914XThCxwCFN0C5EH68cwZBkWB0T5g6ktrKp0Mdq0nkwlspV4k5MBlOqzhodkFnbIijJHeF7W4V4n2qUT4Us0UXIfwQKEHJmlt8_4KnCENnAC0xjOjcaGkyCxYmpzlAkRZgZeInWZTXGwb4NZxHVvNVosln_N1pdZIhP_e26/s320/1000466332.jpg
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEg65efO2PCgGm0M9mofq3pO914XThCxwCFN0C5EH68cwZBkWB0T5g6ktrKp0Mdq0nkwlspV4k5MBlOqzhodkFnbIijJHeF7W4V4n2qUT4Us0UXIfwQKEHJmlt8_4KnCENnAC0xjOjcaGkyCxYmpzlAkRZgZeInWZTXGwb4NZxHVvNVosln_N1pdZIhP_e26/s72-c/1000466332.jpg
radarkriminal.com
https://www.radarkriminal.com/2025/06/silence-art-stories-jejak-jiwa-gebar.html
https://www.radarkriminal.com/
https://www.radarkriminal.com/
https://www.radarkriminal.com/2025/06/silence-art-stories-jejak-jiwa-gebar.html
true
1345356970573142364
UTF-8
Loaded All Posts Not found any posts VIEW ALL Readmore Reply Cancel reply Delete By Home PAGES POSTS View All RECOMMENDED FOR YOU LABEL ARCHIVE SEARCH ALL POSTS Not found any post match with your request Back Home Sunday Monday Tuesday Wednesday Thursday Friday Saturday Sun Mon Tue Wed Thu Fri Sat January February March April May June July August September October November December Jan Feb Mar Apr May Jun Jul Aug Sep Oct Nov Dec just now 1 minute ago $$1$$ minutes ago 1 hour ago $$1$$ hours ago Yesterday $$1$$ days ago $$1$$ weeks ago more than 5 weeks ago Followers Follow THIS CONTENT IS PREMIUM Please share to unlock Copy All Code Select All Code All codes were copied to your clipboard Can not copy the codes / texts, please press [CTRL]+[C] (or CMD+C with Mac) to copy