Labuhan Batu, Radar Kriminal Akhirnya Kadis PMD(Pemberdayaan Masyarakat Desa) Labuhan Batu, Sumut, memberikan tanggapan terkait Kades S2 Aek...
Labuhan Batu, Radar Kriminal
Akhirnya Kadis PMD(Pemberdayaan Masyarakat Desa) Labuhan Batu, Sumut, memberikan tanggapan terkait Kades S2 Aek Nabara yang menggunakan Dana Desa tanpa mengikuti Peraturan Presiden No. 104 tahun 2021.Setelah ditahun 2022 bidang ketahanan pangannya 198 juta diduga fiktip.Ditahun 2023 kembali berulah, sebab Desa S2 berhasil menyerap DD Sebesar Rp. 671.727.000,namun tidak ada mengalokasikan dana untuk ketahanan pangan sesuai anjuran Pepres.Tapi malah mengalokasikan dana hampir 300 juta untuk peningkatan kapasitas perangkat desa.Sehingga publik bertanya tanya kepada siapa dana ratusan juta tersebut di berikan atau siapa saja yang nerima.
Kadis PMD Abdi Jaya pohan mengatakan sudah menyerahkan terkait desa S2 ini kebidang Pemerintahan desa."Uda kusampaikan ke bidang pemdes agar di monitoring ya bang"terangnya melalui Whass App Rabu 9/9/2025.
Ketua BPD saat itu menjelaskan "memang waktu datang kaur keuangan(Amat sanusk) kepada saya bang untuk penandatanganan LPJ ada yang kosong, terus kutanya"ini kok kosong"ujar ketua BPD saat itu.
"ini di PMD nanti di isi"kata kaur keuangan bang,"Makanya nggak mau aku nanda tangani LPJ nya"ujarnya lagi.
Diberitakan sebelumnya Dugaan Penyalahgunaan Dana ketahanan pangan fiktip tahun 2022 dan 2023 Desa S2 Aek Nabara
Di tengah upaya pemerintah pusat memperkuat ketahanan pangan nasional melalui alokasi dana desa, sebuah kasus dugaan penyimpangan muncul di Desa S2 Aek Nabara, Kecamatan Bilah Hulu, Kabupaten Labuhan Batu,Sumut.Program ketahanan pangan yang bersumber dari Dana Desa (DD) tahun 2022, dengan total nilai Rp 198 juta, diduga difiktifkan oleh pemerintahan Desa setempat. Hal ini berpotensi melanggar kebijakan wajib minimal 20 persen alokasi DD untuk sektor tersebut, sebagaimana diatur dalam regulasi terkait.
Kasus ini menyoroti kerentanan tata kelola dana desa di tingkat lokal, di mana kewenangan pengelolaan sering kali berbenturan dengan prinsip akuntabilitas publik. Menurut keterangan dari mantan ketua BPD S2 yang enggan disebutkan namanya, beliau mengatakan bahwa ditahun tersebut tidak ada program ketahanan pangan apalagi mencapai sampai 198 juta.
“Dana desa itu diperuntukkan untuk masyarakat, dinikmati masyarakat, hanya pengelolaannya saja melalui pemerintahan".Ia menambahkan"saat itu memang saya sebagai ketua BPD nya, makanya saya tidak mau menandatangani LPJ".Harapan agar aparat penegak hukum (APH) segera melakukan audit terhadap kepala desa (kades) sebagai kuasa pengguna anggaran.
Dari perspektif akademis, kasus semacam ini mencerminkan tantangan struktural dalam implementasi kebijakan desentralisasi fiskal di Indonesia. Peraturan Presiden Nomor 104 Tahun 2021, yang menjadi dasar awal prioritas penggunaan DD, menekankan alokasi minimal 20 persen untuk ketahanan pangan sebagai upaya mitigasi krisis pangan pasca-pandemi. Kebijakan ini kemudian diperkuat dalam regulasi turunan untuk tahun 2025, di mana desa diwajibkan mengintegrasikan program ini dengan pendekatan pemberdayaan masyarakat, bukan sekadar pencatatan administratif. Namun, tanpa pengawasan ketat dari Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP) atau inspektorat daerah, potensi penyalahgunaan seperti menguntungkan oknum pribadi menjadi celah yang sering dieksploitasi.
Pihak berwenang di Kabupaten Labuhan Batu,Kadis PMD, Irban inspektorat, serta Kades S2 belum memberikan respons resmi hingga berita ini diturunkan. Kasus ini menjadi pengingat bagi seluruh desa di Indonesia:Dana desa bukanlah milik pribadi, melainkan amanah untuk kesejahteraan kolektif. Apabila dugaan ini terbukti, bukan hanya sanksi administratif yang diperlukan, tapi juga reformasi sistemik untuk memastikan kebijakan ketahanan pangan benar-benar menyentuh akar rumput.
(Sorta) Bersambung....
COMMENTS