Lombok Timur, RK Dugaan praktik manipulasi keuangan di tubuh SMA Negeri 1 Keruak, Kabupaten Lombok Timur, kian menyeruak ke permukaan. Berda...
Lombok Timur, RK
Dugaan praktik manipulasi keuangan di tubuh SMA Negeri 1 Keruak, Kabupaten Lombok Timur, kian menyeruak ke permukaan. Berdasarkan hasil penelusuran dan audit sosial yang dilakukan Forum Komunikasi dan Kajian Masyarakat Nusa Tenggara Barat (FKKM NTB), ditemukan adanya indikasi kuat penyelewengan dalam pengelolaan dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) dan Bantuan Partisipasi Pendidikan (BPP) yang nilainya mencapai Rp 3,19 miliar sejak awal tahun 2025 hingga Agustus 2025.
Data yang diungkap FKKM NTB menunjukkan adanya selisih mencolok antara jumlah penerimaan dan realisasi pengeluaran yang tidak dapat dijelaskan secara transparan oleh pihak sekolah.
Selama periode 1 Januari hingga 25 Agustus 2025, tercatat penerimaan dana BPP sebesar Rp 1.015.652.000, dengan pengeluaran Rp 1.006.862.000.
Sisa kas BPP sekolah hanya Rp 8.789.615 — angka yang amat kecil jika dibandingkan dengan total penerimaan.
Sementara untuk dana BOS, tercatat penerimaan sebesar Rp 2.181.790.000, dengan pengeluaran Rp 1.719.264.000.
Sisa dana BOS yang ada di kas sekolah hanya Rp 462.526.000.
Jika ditotal, jumlah penerimaan kedua pos dana publik tersebut mencapai Rp 3.197.442.000, sementara pengeluaran telah mencapai Rp 2.726.126.000. Dengan kata lain, dalam waktu hanya enam bulan lebih, dana sebesar Rp 2,7 miliar telah “mengalir entah ke mana” tanpa bukti program yang jelas dan terverifikasi.
*Indikasi Manipulatif dan Dokumen Bermasalah*
FKKM NTB mengungkap bahwa dalam penyusunan Rencana Penggunaan Uang (RPU), pihak sekolah tidak melibatkan stakeholder internal, termasuk guru-guru yang seharusnya turut berperan dalam menentukan kebutuhan kegiatan pembelajaran.
“RPU itu disusun sepihak oleh bendahara dan KTU. Usulan dari guru tidak ada yang diakomodir,” ungkap salah satu sumber internal sekolah yang enggan disebutkan namanya.
Lebih jauh, investigasi lapangan menemukan bahwa sejumlah nota pembelian barang diduga menggunakan stempel palsu, sementara pengadaan alat tulis kantor (ATK) dan pengeluaran lainnya tidak sesuai dengan dokumen RPU tahap pertama.
Bahkan, pembayaran ATK yang seharusnya masuk tahap pertama justru dibebankan ke dana BOS tahap kedua, sebuah pelanggaran administratif yang mengindikasikan upaya menutupi aliran uang sebenarnya.
FKKM NTB juga menyoroti penggunaan dana BOS untuk proyek pengecoran lapangan sekolah yang nilainya melampaui standar biaya yang ditentukan pemerintah. Beberapa kegiatan juga tercatat dalam pembukuan, namun realisasi fisiknya di lapangan tidak sesuai dengan besaran anggaran, alias program fiktif.
*Bisnis Seragam: Siswa Dijadikan Objek Keuntungan*
Tak berhenti di situ, FKKM NTB juga menemukan adanya praktik komersialisasi terhadap siswa dalam pengadaan seragam sekolah.
Padahal sesuai regulasi, sekolah hanya diperbolehkan mengadakan seragam olahraga dan seragam ciri khas sekolah.
Namun faktanya, SMA Negeri 1 Keruak justru mewajibkan siswa membeli empat jenis seragam dengan harga Rp 285.000 per potong, sementara di pasaran harga yang sama hanya berkisar Rp 230.000.
Baju olahraga pun tak luput dari markup, dengan harga pasar Rp 150.000 tetapi tetap dijual Rp 285.000.
“Plh. Kepala Sekolah inisial (MT), KTU inisial (A), dan Bendahara inisial (NS) terkesan menjadikan siswa sebagai ladang bisnis. Ini bukan hanya pelanggaran etika pendidikan, tapi bisa masuk kategori tindak pidana korupsi pendidikan,” tegas Ketua FKKM NTB.
*Bukti-Bukti Keuangan Mengarah pada Dugaan Kongkalikong*
Sebagai alat bukti, FKKM NTB telah mengantongi Buku Kas Umum (BKU) BOS dan BPP Tahun Anggaran 2024–2025, Surat Perintah Membayar (SPM) kegiatan bulan Juli dan Agustus senilai Rp 628.369.000, serta salinan dokumen internal yang menunjukkan adanya manipulasi pencatatan dan realisasi kegiatan.
“Semua bukti sudah kami arsipkan dan siap kami serahkan ke aparat penegak hukum,” ujar Ketua FKKM NTB menegaskan.
Berdasarkan hasil telaah dokumen, kuat dugaan terdapat kongkalikong antara KTU (A) dan bendahara (NS) dalam pengelolaan dana sekolah, di mana Plh Kepala Sekolah (MT) dianggap gagal menjalankan fungsi pengawasan.
Keduanya disebut mengendalikan aliran dana BOS dan BPP secara tertutup dan tanpa mekanisme transparansi yang semestinya.
*Pihak Baru Masuk, Masih Tersandera Warisan Lama*
Sementara itu, kepala sekolah definitif yang baru menjabat per 28 Agustus 2025 mengaku belum memahami secara rinci pengelolaan dana BOS dan BPP sebelumnya.
“Saya baru menjabat, jadi belum bisa menjelaskan penggunaan dana tahun sebelumnya. Kami akan klarifikasi ke pihak-pihak terkait agar tidak ada kesalahpahaman,” ujarnya singkat.
Namun, pernyataan itu justru tidak mampu meredam kecurigaan publik. Sebab, pola pengelolaan yang terpusat dan tertutup yang dilakukan oleh KTU dan bendahara selama dua tahun terakhir dinilai sebagai bukti bahwa sekolah ini telah lama beroperasi tanpa kontrol internal yang memadai.
*FKKM NTB Siap Lapor ke Kejari Selong dan BPKP*
Atas temuan ini, FKKM NTB menegaskan akan segera melayangkan laporan resmi ke Kejaksaan Negeri Lombok Timur, Kejaksaan Tinggi NTB, dan BPKP NTB untuk dilakukan audit investigatif menyeluruh atas pengelolaan dana BOS dan BPP di SMA Negeri 1 Keruak tahun anggaran 2024 dan 2025.
“Jika laporan kami tidak segera ditindaklanjuti, kami akan melakukan aksi langsung di depan kantor Kejaksaan. Kami tidak akan membiarkan dana publik sebesar ini menguap tanpa pertanggungjawaban,” tegas Ketua FKKM NTB.
*Uang Publik Bukan Mainan Pribadi*
Kasus di SMA Negeri 1 Keruak membuka kembali luka lama dunia pendidikan: korupsi yang bersembunyi di balik seragam putih abu-abu.
BOS dan BPP adalah darah bagi keberlangsungan pendidikan publik.
Namun ketika dana ini diselewengkan, maka yang dikorbankan bukan hanya anggaran negara, melainkan masa depan generasi muda itu sendiri.
Kini bola panas berada di tangan Kejaksaan dan BPKP NTB — apakah mereka berani membuka seluruh tabir keuangan sekolah yang diduga telah lama bermain di wilayah abu-abu antara administrasi dan kriminalitas fiskal?***
(Sandi_P77)
COMMENTS