TULUNGAGUNG, RK Peredaran makanan ringan siap saji kini semakin marak di platform marketplace salah satunya dengan nama "Marasati Sna...
TULUNGAGUNG, RK
Peredaran makanan ringan siap saji kini semakin marak di platform marketplace salah satunya dengan nama "Marasati Snack" yang beralamat di Desa Domasan, Kecamatan Kalidawir, Kabupaten Tulungagung. diduga tidak memiliki sertifikasi halal.
Berdasarkan pantauan, pelaku usaha tersebut menjual produk olahan dengan 26 macam olahan baik matang dan mentah salah satunya otak-otak, basreng dan sambal.
Tidak hanya itu pelaku usaha juga mempunyai 8 outlet yang tersebar di wilayah Tulungagung diantaranya depan Pasar Bendilwungu, depan SD Negeri 6 Ngunut, barat Tugu Monas Kalidawir, depan gerbang Kampus UIN satu, depan Sate Pak Kuwat Kenayan, selatan Alfamidi Ketanon, barat kolam renang Brond Waterpark Sobontoro dan perempatan Indomaret Beji.
Ahmad Amirul Mukminin selaku owner Marasati Snack saat di klarifikasi membenarkan adanya prodak yang dia jual sebagian belum memiliki sertifikasi halal, untuk olahan Snack serta prodak yang saya jual saya beli di wilayah Kediri dan Blitar, Senin (29/9/2025).
"Jadi prodak Basreng ini saya beli bahan jadi dari Kediri dan Blitar saya hanya memproduksi Cimol dan sambal, untuk olahan Cireng sudah bersertifikasi halal. Untuk Cimol sambal dan lain-lain semua itu belum ada PIRT, sertifikasi halal, dan Depkes," ungkapnya.
Rusmini dan Maya dari Dinas Kesehatan (Dinkes) Tulungagung selaku pengawas pangab pernah Monitoring dan Evaluasi (Monev) terkait proses pengolahan dan pabrik Marasati pembuatan olahan Snack tersebut Selasa, 13/9/2022 mendapatkan hasil
"Tidak tersedianya pembuangan sampah tertutup, sarana toilet dekat dengan tempat produksi dan terbuka, tersedia tempat cuci tangan tapi tidak ada lap basah, label perlu di revisi sebab tidak sesuai Per BPOM No. HK. O3.1.23.04.2206 dengan CPPB IRT dan Per BPOM No. 69 Tahun 1999 tentang label, segera memperbaiki saran dari petugas," hasil dari Monev Dinkes.
Masih ditempat yang sama Langgeng Ketua LSM GMAS Tulungagung menindak tegas atas pelaku usaha yang tidak sesuai dengan regulasi belum memiliki ijin usaha, sertifikasi halal, Depkes, PIRT, BPOM dan NIB.
"Saya secara tegas mengingatkan pelaku usaha mengenai hak-hak konsumen yang harus diperhatikan, Konsumen memiliki hak untuk menuntut haknya sesuai dengan regulasi yang berlaku. Akan melangkah ke tindakan Hukum jika ditemukan unsur penipuan dalam penyampaian produk yang mengakibatkan kerugian, yaitu melaporkan atau menggugat secara perdata dan pidana," tegasnya.
Dalam hal ini penjualan olahan otak-otak, Cimol serta sambal skala besar atau untuk tujuan komersial, perlu mengurus izin usaha, setidaknya Nomor Induk Berusaha (NIB), sertifikasi halal, Produksi Pangan Industri Rumah Tangga (PIRT), Meskipun hanya produk rumahan, legalitas usaha sangat penting agar tidak dianggap ilegal dan agar memiliki dasar hukum yang jelas, apalagi jika dijual secara online atau dalam skala yang lebih besar.
Adapun regulasi penjualan secara online atau e-commerce, Anda wajib memiliki izin usaha sesuai dengan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 80 Tahun 2019 tentang Perdagangan Melalui Sistem Elektronik.
Produk makanan dan minuman yang diedarkan di Indonesia wajib memiliki sertifikat halal, termasuk produk rumahan yang sudah memiliki outlet dan menjual ke marketplace, karena semua produk yang beredar di wilayah Indonesia harus bersertifikat halal sesuai Undang-undang Nomor 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal dan PP No. 39 Tahun 2021.
Kondisi ini agar tidak menimbulkan kekhawatiran konsumen terkait keamanan pangan yang dikonsumsi, mengingat produk olahan tersebut melalui uji standar kesehatan maupun kelayakan produksi
Masyarakat diminta lebih berhati-hati saat membeli makanan secara online, khususnya produk yang belum jelas asal-usul dan perizinannya. Sementara itu, dinas terkait diharapkan melakukan pengawasan lebih ketat agar peredaran produk makanan tanpa izin tidak semakin meluas.
Pembohongan terkait produk halal diatur oleh Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (UU PK) dan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal (UU JPH). UU PK memberikan hak konsumen atas informasi yang benar dan jujur mengenai kehalalan produk, sementara UU JPH mewajibkan produk makanan dan minuman di Indonesia untuk bersertifikat halal, dengan sanksi administratif dan potensi pidana bagi pelanggaran. (tim)
COMMENTS