Kabupaten Tasikmalaya, Radar Kriminal Forum audiensi kedua antara YAYASAN LEMBAGA BANTUAN HUKUM (YLBH) MERAH PUTIH TASIKMALAYA dengan Dewan ...
Kabupaten Tasikmalaya, Radar Kriminal
Forum audiensi kedua antara YAYASAN LEMBAGA BANTUAN HUKUM (YLBH) MERAH PUTIH TASIKMALAYA dengan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Tasikmalaya, yang digelar di ruang rapat gedung DPRD, kembali tidak memenuhi ekspektasi publik.
Meski pimpinan rapat audiensi sebelumnya menegaskan bahwa Bupati Tasikmalaya dan seluruh Organisasi Perangkat Daerah (OPD) terkait telah diundang secara resmi oleh Ketua DPRD, namun kenyataannya hanya dua OPD yang hadir. Kondisi ini menimbulkan tanda tanya besar tentang sejauh mana komitmen pemerintah daerah terhadap proses pengawasan dan aspirasi masyarakat.
Berdasarkan hasil konfirmasi kepada RadarKriminal menyampaikan,“Kami menilai ada sesuatu yang tidak beres dalam hubungan antara eksekutif dan legislatif di Kabupaten Tasikmalaya. Ketika undangan resmi dari Ketua DPRD saja seolah tidak dianggap, ini bukan lagi sekadar persoalan administratif — tapi sinyal disharmoni kelembagaan yang serius,”
tegas Endra Rusnendar, S.H., selaku Pembina YLBH Merah Putih Tasikmalaya, usai audiensi.
Endra menyebut bahwa ketidakhadiran pejabat kunci, termasuk Bupati, menjadi bentuk pengabaian terhadap hak publik atas keterbukaan informasi dan akuntabilitas pemerintahan. Padahal, forum audiensi dimaksudkan untuk membahas persoalan mendasar terkait 25 pertanyaan yang diantaranya, "Apa yang menjadi dasar hukum penundaan "Pembatalan" 12 proyek di kabupaten Tasikmalaya yang sudah realisasi SPPBJ, dan beberapa dugaan adanya penyalahgunaan kewenangan daerah yang telah menjadi perhatian masyarakat luas.
Keterbukaan Informasi Hanya Slogan?
YLBH Merah Putih mempertanyakan keseriusan Pemerintah Kabupaten Tasikmalaya dalam menerapkan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (KIP).
Dalam undang-undang tersebut, setiap badan publik wajib menyediakan informasi yang terbuka, lengkap, dan mudah diakses masyarakat. Namun fakta di lapangan menunjukkan sebaliknya: akses informasi publik di Tasikmalaya semakin tertutup dan cenderung dihambat.
“Apakah Undang-Undang Keterbukaan Informasi Publik tidak berlaku di wilayah Kabupaten Tasikmalaya? Masyarakat berhak tahu apa yang sebenarnya terjadi di balik kebijakan dan proyek daerah. Pemerintah daerah tidak boleh alergi terhadap kontrol publik,”
ujar Endra menambahkan.
Dugaan Disharmoni yang Berbahaya
Fenomena “tidak hadirnya” pejabat eksekutif dalam audiensi resmi DPRD dinilai sebagai indikasi kuat diskomunikasi antar lembaga pemerintahan daerah.
Situasi ini dikhawatirkan dapat berimbas pada melemahnya fungsi pengawasan DPRD serta tertutupnya akses masyarakat terhadap kinerja pemerintahan — kondisi yang jelas bertentangan dengan semangat reformasi dan otonomi daerah.
YLBH Merah Putih Tasikmalaya menilai bahwa pemerintah pusat, khususnya Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) dan Komisi Informasi Pusat (KIP), perlu turun tangan melakukan evaluasi kinerja tata kelola pemerintahan daerah di Kabupaten Tasikmalaya, agar prinsip transparansi dan akuntabilitas publik tidak hanya menjadi jargon.
Catatan akhir, YLBH Merah Putih Tasikmalaya akan melanjutkan langkah advokasinya melalui mekanisme hukum dan laporan resmi ke instansi berwenang di tingkat provinsi dan pusat, jika kondisi “anti-keterbukaan” ini terus dipertahankan oleh pemerintah daerah.
“Kami tidak akan berhenti sampai publik benar-benar mendapatkan haknya atas keterbukaan informasi. Pemerintahan daerah tidak boleh berjalan di ruang gelap,”tutup Endra Rusnendar, S.H.
- Endra R

COMMENTS