Belitung,radarkriminal.com Awak Media Mendapatkan informasi Diduga ancam namun hanya melalui pesan via handphonenya TR (inisial) mengeluark...
Belitung,radarkriminal.com
Awak Media Mendapatkan informasi Diduga ancam namun hanya melalui pesan via handphonenya TR (inisial) mengeluarkan bahasa yang tidak etis kepada ketua DPW LSM BIN, Provinsi Bangka Belitung.
Menurut ketua DPW LSM BIN, Lendra Gunawan kepada kejarfakta.co bahasa tersebut tertulis melalui pesan via whatsapp yang diterimanya.
Tertulis begini,"Aku diam bukan berarti aku takut sma kau, didunia ini tidak ada org yg aku takuti cuma allah sama org tua aku yg aku takuti, DEMI ALLAH DEMI KEDUA ORG TUA AKU DEMI ALQURAN MOTONG LEHER KAU JAK AKU BERANI, ingat jok ya hari ini org gik sabar tpi tidak tau esok kelak atau kapan kesabaran itu akan habis bukan dri dirisendiri pelakunya bisa saja ngupah org untuk mengeksekusinya", begitulah tulisan pesan yang diterima oleh wartawan kejarfakta.co pada Jum'at (18/7/2023).
Hebatnya TR, bahasa yang ditujukan kepada Ketua DPW LSM BIN tersebut, namun menurut Ketua DPW LSM BIN dirinya bakal lapor APH terkait hal itu.
" Kami masih dalami dulu, tapi dalam waktu dekat ikhwal dari bahasa dugaan ancaman itu kemungkinan akan kami laporkan ke APH", pungkasnya.
Lebih lanjut sebagaimana dikabarkan TR ini pernah diberitakan atas dugaan kepemilikan senjata sofgan yang juga diduga tergabung dalam organisasi indevenden.
Adapun Pasal 45B UU ITE berbunyi, “Setiap Orang yang dengan sengaja dan tanpa hak mengirimkan Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang berisi ancaman kekerasan atau menakut-nakuti yang ditujukan secara pribadi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 750.000.000,00 (tujuh ratus lima puluh juta rupiah).”
“Cukup Jelas”. Begitu juga penjelasan Pasal 45B UU ITE hanya menyatakan “Ketentuan dalam pasal ini termasuk juga di dalamnya perundungan di dunia siber (cyber bullying) yang mengandung unsur ancaman kekerasan atau menakut-nakuti dan mengakibatkan kekerasan fisik, psikis, dan/atau kerugian materiil”. Ia mengatakan, penjelasan tersebut hanya menjelaskan “akibat” bukan pengertian dari ancaman kekerasan atau menakut-nakuti.
“Karena tidak memiliki parameter yang pasti, mengakibatkan pengertian ‘ancaman kekerasan atau menakut-nakuti’ dapat ditafsirkan bebas yang menyebabkan ketidakpastian hukum yang pada akhirnya melanggar prinsip negara hukum,” tegas Nurharis Wijaya di hadapan Majelis Hakim yang dipimpin oleh Hakim Konstitusi Suhartoyo dengan didampingi oleh Hakim Konstitusi Saldi Isra dan Arief Hidayat.
Para pihak baik dari pelapor maupun penegak hukum akhirnya bertindak berdasarkan subjektivitas bukan lagi berdasarkan objektivitas dalam menilai perbuatan tersebut. Pada akhirnya atas laporan kepada penegak hukum, peluang tersebut dapat dimanfaatkan oleh penegak hukum untuk berbuat sewenang-wenang terhadap warga negara. Nurharis Wijaya juga mengatakan, dalil Pemohon sejalan dengan pertimbangan hukum Mahkamah dalam Putusan Nomor 5/PUUVIII/2010, uji materi mengenai penyadapan, pertimbangan hukum Mahkamah menyatakan, “Bahwa kondisi pembangunan dan penegakan hukum di Indonesia belum stabil dan cenderung lemah bahkan terkesan karut-marut”. Sehingga keberadaan pasal a quo amat dimungkinkan disalahgunakan melanggar HAM orang lain.
( Len dan Tim)
COMMENTS