Belitung, radarkriminal.com 4 Oktober 2025 — Aroma busuk praktik mafia BBM bersubsidi kembali mencuat di Kabupaten Belitung. Kali ini, soro...
Belitung, radarkriminal.com
4 Oktober 2025 — Aroma busuk praktik mafia BBM bersubsidi kembali mencuat di Kabupaten Belitung. Kali ini, sorotan tertuju pada sebuah SPBU yang terletak di Jalan Baru, yang diduga menjadi pusat kegiatan ilegal dalam penyaluran bahan bakar bersubsidi. Parahnya, kasus ini menyeret nama salah satu instansi negara: PT Pos Indonesia.
Seorang sopir PT Pos Indonesia melaporkan bahwa barcode kendaraan dinas yang digunakannya telah disalahgunakan pihak lain untuk mengisi BBM bersubsidi. Akibatnya, ketika dirinya mencoba mengisi bahan bakar sesuai prosedur, sistem menolak transaksi karena barcode dinyatakan “sudah digunakan”.
Fakta ini mengungkap lubang besar dalam sistem distribusi BBM bersubsidi yang berbasis digital. Jika barcode kendaraan milik negara saja bisa disalahgunakan, bagaimana nasib barcode warga biasa? Sistem ini tampaknya lebih mudah dibobol daripada yang selama ini digembor-gemborkan.
Menurut pengakuan warga dan sopir yang mengantre di SPBU tersebut, antrean kendaraan pengangkut BBM ilegal tampak bebas mondar-mandir. Motor dengan tangki modifikasi besar mengisi BBM berulang kali tanpa barcode, tanpa kontrol, dan tanpa rasa takut akan tindakan hukum.
“Satu motor bisa muat sampai 500 liter. Ini bukan lagi kebocoran, ini perampokan subsidi secara terang-terangan,” ujar salah satu warga dengan nada tinggi. Dirinya menuding SPBU ini sebagai pusat operasi mafia migas skala kecil yang tak tersentuh.
Pengelola SPBU berinisial E diduga menutup mata terhadap praktik tersebut. Bahkan, beberapa warga meyakini ada kongkalikong antara oknum petugas SPBU dengan para pengerit. Mereka seolah sudah punya skenario rutin: masuk, isi, keluar, lalu kembali dengan motor berbeda tapi modus yang sama.
Yang lebih mengkhawatirkan, dugaan ini tidak hanya berasal dari satu atau dua sumber. Beberapa warga mengaku sudah sering melihat kejadian serupa, namun merasa takut untuk melapor karena khawatir akan dibungkam. Mereka yakin praktik ini berlangsung lama dan sistematis.
“Setiap hari antre, tapi kami masyarakat biasa nggak kebagian. Sementara motor-motor itu bolak-balik terus isi BBM. Kalau nggak ada yang beking, mana mungkin bisa segila ini,” tutur salah satu narasumber yang meminta identitasnya dirahasiakan.
Masalah tidak berhenti pada soal antrean panjang. Yang lebih dalam adalah pengkhianatan terhadap prinsip subsidi yang seharusnya diberikan untuk masyarakat kecil. Kini, subsidi itu justru mengalir ke kantong para oknum rakus dan jaringan ilegal yang diduga dilindungi.
Sistem barcode seharusnya menjadi benteng pengaman dalam distribusi BBM. Tapi nyatanya, barcode bisa diperjualbelikan, dipinjamkan, atau bahkan dibajak. Dan ketika pihak berwenang terkesan diam, kepercayaan publik menjadi taruhannya.
Pertamina dan BPH Migas wajib turun tangan. Tidak cukup dengan imbauan, harus ada inspeksi mendadak, audit menyeluruh, dan tindakan hukum nyata. Jika SPBU terbukti melanggar, maka pencabutan izin operasional adalah hukuman paling minimal.
Aparat penegak hukum pun tidak bisa terus bermain aman. Ketika mafia BBM sudah menyentuh SPBU, kendaraan dinas negara, dan sistem digital, maka ini sudah masuk kategori kejahatan ekonomi serius.
Pemerintah pusat juga harus melihat ini sebagai potret buram distribusi BBM di daerah. Kasus Belitung bukan satu-satunya, tapi bisa jadi adalah salah satu dari ratusan kasus serupa yang tak terdengar karena minim sorotan media.
Jika praktik ini terus dibiarkan, bukan hanya rakyat yang dirugikan, tapi juga negara yang kehilangan miliaran rupiah setiap hari. Mafia BBM bukan cuma soal uang ini adalah soal keadilan sosial yang diinjak-injak di depan mata.
Hingga kini, belum ada klarifikasi resmi dari pengelola SPBU maupun pihak terkait. Namun desakan dari masyarakat terus menguat: tangkap pelaku, bersihkan sistem, dan kembalikan hak rakyat atas BBM bersubsidi. Jangan tunggu kepercayaan publik benar-benar habis.
(lendra Gunawan)
COMMENTS